Kamis, 29 April 2010

Angrek sebelah rumah
Di sisi kiri pagar rumah saya

ada anggrek hutan yang dipot
begitu saja. Saya sebut begitu
saja, karena sebetulnya ia
anggrek yang tak terawat.
Kalau pun selalu kami sirami,
tak lebih untuk sebuah
kewajaran saja. Tetapi dari sisi
tata letak, perawatan dan
perhatian, ia adalah tanaman
sebatang kara. Terburuk
adalah letaknya yang
sedemikian rupa itu sehingga
cahaya sama sekali tidak
pernah menjangkaunya. Ia
nyelip diujung pagar dengan
matahari yang selalu
terhalang untuk
menyentuhnya. Tegasnya, ia
anggrek tanpa sinar.
Tetapi selama ia berada di
pagar itu, tak henti-hentinya
ia memberi kami bunga jika
musimnya telah tiba. Ungu,
segar dan tahan berlama-
lama. Jika bunga itu merekah,
bukan cuma kami yang
menyapa, tetapi juga orang-
orang lewat dan para
tetangga. ''Duh cantiknya,''
begitu biasanya kata mereka.
Setiap komentar, membuat
kami bahagia. Begitulah
memang watak pujian. Jika
pun ia dialamatkan kepada
barang-barang kita,
bahagiannya akan singgah ke
kita juga.
Setelah sekian lama anggrek
ini memberi kami bunga
padahal dengan perawatan
ala kadarnya, sampailah saya
pada keheranan yang tak
kami pikir sebelumnya. Yakni,
betapa seluruh tubuh angrek
ini ternyata bergerak ke satu
jurusan saja, yakni menjulur
ke luar, tepat ke bibir pagar
arahnya. Gerakan ini tidak
kami bentuk, tetapi anggrek
itu sendirilah yang
membentuk.
Butuh waktu bertahan-tahun
bagi tanaman ini untuk
membengkokkan diri seperti
itu, tetapi agaknya itulah satu-
satunya cara agar ia hidup,
bertumbuh dan bisa
mendermakan elok lewat
bunga-bunganya. Butuh waktu
bertahun-tahun! Dan taksiran
saya, lebih dari sepuluh tahun
sudah sejak anggrek itu ada
di sana.
Lalu siapa yang meminta
anggrek ini melengkungkan
tubuh untuk menuju arah yang
sama? Ternyata adalah
kebutuhannya atas cahaya.
Pojok yang dihuni anggrek ini
adalah sisi gelap dan cuma di
luar pagar itulah cahaya
berada. Setitik demi setitik
anggrek ini menjulurkan
tubuhnya. Sel demi sel ia
mengulur diri untuk menuju
cahaya.
Cahaya itu memang cuma
beberapa inchi saja dari
tubuhnya, ia cukup di luar
pagar, wilayah yang tak
terhalang tembok tetangga.
Tetapi bagi anggrek ini, itulah
jarak yang amat jauh, yang
harus ditempuh dengan
hitungan tahun, lebih dari
sepuluh tahun karena pot itu
telah ada di sana sejak putri
kecil saya yang balita dan kini
ia telah beranjak dewasa.
Saya jadi malu pada anggrek
yang senantiasa berjuang
mencari cahaya tanpa
mengeluh ini. Sebuah
perjalanan yang intens, yang
secara konsisten ia lakukan
tak peduli apakah kami
sedang memperhatikannya
atau tidak. ''Yang saya tau,
cahaya itu ada di sana, dan
langkah ini, harus terus
menuju ke sana,''begitulah
pasti tekat anggrek ini.
Tak perlu saya menebak-
nebak karena ia telah
menyodori kami bukti atas
seluruh jerih payahnya. Maka
setiap melihat anggrek itu,
saya melihat kekuatan
keyakinan, atas segala
sesuatu, betapapun lemahnya,
siapapun akan menjadi amat
kuat jika ia sedang rindu
berjalan menuju cahaya.

by.ujick astheric

1 komentar: